Selasa, 04 Desember 2012

strategi pembelajaran matematika


PENDAHULUAN
            Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah yang diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Dalam pembelajaran matematika agar mudah dimengerti oleh siswa, proses penalaran induksi dapat dilakukan pada awal pembelajaran dan kemudian dilanjutkan dengan proses penalaran deduktif untuk menguatkan pemahaman yang sudah dimiliki siswa.
          
  Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyalidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika serta sebagai alat komunikasi melalui symbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih cara berfikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten. Oleh karena itu, strategi dan penilaian pembelajaran matematika sangat diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.



PEMBAHASAN
STRATEGI DAN PENILAIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
A.    Strategi Pembelajaran Matematika
            Strategi pembelajaran (Leraning Strategi) adalah siasat atau kiat yang direncanakan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran agar dapat berjalan dengan lancar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Guru matematika harus dapat mengkreasikan suatu lingkungan belajar yang memupuk perkembangan setiap kekuatan matematika siswanya dengan memberikan dan mengelola waktu yang cukup untuk mengeksplorasi konsep dan prosedur matematika yang sedang dipelajari siswa, dan un
tuk menemukan ide-ide yang berarti, menggunakan alat peraga yang dapat mempermudah siswa dalam belajar matematika, memberikan konteks yang dapat mendorong perkembangan dan kecakapan matematika siswa, dan menghargai dan menilai gagasan-gagasan, cara berfikir, dan watak matematis siswa.
            Ketika guru merencanakan pengajarannya, mereka memiliki tujuan instruksional yang akan dicapai melalui berbagai model pembelajaran yang akan dilakukan. Ada tiga model pembelajaran yang dianjurkan, yaitu pengajaran informal konsep-konsep, prosedur, material, pelajaran langsung guru, dan investigasi matematika.
            Guru sering mengenalkan konsep dan ide matematika melalui situasi informal sebelum pengalaman itu dikenalkan dalam pelajaran. Kegiatan ini dilakukan ketika siswa sedang bekerja, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau ketika siswa sedang memanipulasi material matematika. Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan latar belakang matematika yang kuat. Kegiatan informal yang dilakukan guru tersebut sebenarnya sesuai dengan pengalaman belajar siswa ketika belum sekolah. Anak-anak memperoleh pengalaman belajar dari situasi informal, misalnya melalui teman bermain, alat-alat permainan, atau belajar dari lingkungan terdekatnya. Anak-anak yang memiliki kesempatan untuk bekerja secara informal dengan konsep matematika berarti memiliki kesempatan membangun pemahaman dasarnya. Dasar-dasar pemahaman itu adalah sebagai pondasi untuk konsep dan prosedur formal yang akan  dikenalkan secara formal kecuali itu,melalui pengalaman informasi anak akan mengembangkan kesiapan pedagogis dan afektifnya untuk menghadapi aktivitas berikutnya. Pada pembelajaran matematika dikenal empat modal penyajian materi pembelajaraan, yaitu:
(1)   Model konkret, yaitu modal penyajian pembelajaran menggunakan benda-benda konkret atau benda nyata yang ada di sekitar siswa, misalnya ketika guru memberikan buah jeruk maka guru sekaligus menunjukan buah jeruk pada siswa.
(2)   Model semi konkret, yaitu modal penyajian pembelajaran menggunakan gambar-gambar benda nyata. Misalnya gambar buah mangga, gambar jeruk, dan lain-lain.
(3)   Model semi abstrak, yaitu modal penyajian pembelajaran menggunakan gambar-gambar benda abstrak.
(4)   Modal absrak, yaitu modal pembelajaran menggunakan simbol-simbol atau lambang-lambang.

1.      Pembelajaran Dengan Ekspositori
Suatu pembelajaran langsung guru (teacher-directed lessons) seorang guru bekerja bersama dengan sekelompok siswa dalam satu keahlian atau satu konsep. Pada model pembelajaran ini, guru harus selalu menggunakan observasi dan diskusi untuk mengevaluasi kesiapan siswa pada penyajian formalnya. Guru harus mengetahui benar isi matematika sesuai dengan ruang lingkup kurikulum dan urutannya. Guru perlu mengidentifikasikan tujuan perilaku yang diharapkan, menyusun rencana pembelajaran untuk periode waktu tertentu. Robert Gagne memberikan  penyajian konsep baru-latihan terbimbing-latihan mandiri. Berkaitan dengan pembelajaran secara langsung. Gagne menyatakan bahwa guru harus mengikatkan dirinya dengan siswa dalam belajar melalui delapan kegiatan, yaitu: (1) memperoleh perhatian siswa, (2) menginformasikan tujuan belajar pada siswa, (3) mengikatkan pengalaman dan informasi sebelumnya serta kemampuan prasyarat, (4) menyajikan isi dan ketrampilan baru,(5) memberikan petunjuk belajar,(6) mendapatkan perilaku yang diharapkan,(7) memberikan evaluasi balik dan menilai perilaku, dan(8) menerapkan isi dan ketrampilan dalam situasi baru. Sedangkan  Madeline Hunter dan Douglass Russell telah mengembangkan siklus pembelajaran yang terdiri dari tujuh bagian dari suatu pembelajaran yang efektif, yaitu: (1) menyusun langkah-langkah,(2) menentukan tujuan,(3) memberikan masukan instruksional,(4) memodel operasi,(5) memeriksa pemahaman siswa,(6) memberikan latihan terbimbing, dan (7) memberikan latihan mandiri.
2.      Pembelajaran Dengan Penemuan Terbimbing
Bruce Joyce dan Marsha Weil melaporkan lebih dari 20 strategi pembelajaran yang berbeda ditemukan efektif. Strategi itu meliputi mnemonik (teknik hafalan), induksi, perolehan konsep, sinektik(kreatifitas), dan penyilidikan (investigasi) sering juga disebut penemuan terbimbing. Siswa menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dengan bantuan guru. Sedangkan metode induktif  bergerak dari contoh-contoh khusus kepada kesimpulan umum.
Siswa bekerja dengan material atau seperangkat data yang tidak teratur dengan dua metode tersebut. Pemberian teka-teki sering digunakan untuk memotivasi penyelidikan. Siswa mencari pola-pola atau hubungan dengan alat atau data yang diselidiki, kemudian menjelaskannya. Setelah menemukan pola atau hubungan siswa disuruh menguji pola yang ditemukan tersebut sehingga akhirnya ditemukan generalisasi. Dengan demikian generalisasi (kesimpulan) yang menentukan adalah siswa dan bukan guru. Guru hanya sebagai fasilitator dan sebagai pembimbing jika diperlukan. Sedangkan yang dimaksud pembelajaran yang lebih memberikan kesempatan atau kebebasan pada siswa untuk menemukan sendiri suatu konsep atau prinsip tanpa bantuan guru. Siswa melakukan penyelidikan-penyelidikan sendiri untuk menemukan suatu konsep atau prinsip, kemudian menyajikannya serta mempertahankannya sehingga hasil temuan itu menjadi suatu generalisasi, pada waktu siswa melakukan penyelidikan, guru perlu melakukan serangkaian kegiatan: menyusun langkah atau tahapan, merumuskan tujuan, menyelidiki atau menguji untuk pemahaman, dan perluasan.
B.     Penilaian Pembelajaran Matematika
Istilah evaluasi (penilaian) bersal dari bahasa Inggris yaitu “ evaluation” dalam buku Essentials of Educational Evaluation karangan Edwind Wand dan Gerald W. Brown dikatakan bahwa : Evaluation refer to the act or prosess to determining the value of something (Wand and Brown, 19, hal 1). Jadi menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai daripada sesuatu.  Sesuai dengan pendapat tersebut maka evaluasi pendidikan  dapat diartikan  sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.
1.      Penilaian Kesiapan Siswa Belajar Matematika
Anak-anak harus telah siap mempelajari sesuatu jika konsep atau kemampuan matematika yang baru akan dikenalkan. Robert B. Underhill mengidentifikasikan 5 komponen kesiapan anak bagi guru untuk dipertimbangkan ketika merencanakan dan mengajar matematika, yaitu :
a.       Kesiapan isi, berhubungan dengan kemampuan dan pengetahuan matematika yang dimiliki siswa.  Misalnya, seorang siswa yang dapat menghitung secara tepat soal 34-6=….
b.      Kesiapan pedagogis, berkenaan dengan pemahaman siswa tentang material atau alat peraga yang mereka gunakan ketika mempelajari matematika.
c.       Kesiapan kedewasaan ( kesiapan maturasional), berkaitan dengan tingkat kedewasaan mental (perkembangan mental) siswa .Piaget telah menjelaskan bahwa setiap orang akan melalui empat tingkat perkembangan mental yaitu tahap sensori motor,pra oprasional,operasi konkret, dan operasi formal.
d.      Kesiapan afektif, berkenaan dengan usaha keras siswa (sikap) siswa untuk mempelajari matematika. Usaha keras tersebut dapat menuntun pada tingkat keberhasilan siswa.
e.       Kesiapan kontekstual, berkenaan dengan kesadaran siswa akan adanya cara-cara matematika yang digunakan.
2.      Penilaian Pelaksanaan Tugas (proses)
Penilaian (asesmen) dalam matematika perlu diubah dari kegiatan tes-tes tertulis (tes kertas-pensil) kepada tes-tes yang berstandar pada evaluasi untuk kerja siswa dalam mengerjakan keragaman yang luas tentang tugas-tugas kelas. Untuk itu dalam kegiatan penilaian untuk kemampuan pelaksanaan tugas perlu diperhatikan isi, proses yang digunakan untuk meyelesaikan tugas(pengetahuan konseptual atau pengetahuan prosedural).
3.      Penilaian Kemampuan Berhitung
Pada tahap awal,siswa akan mengembangkan pemahaman dan skill tentang bilangan dan operasi bilangan. Ketika konsep dan skill baru dikenalkan maka latihan-latihan yang cukup dengan prosedur-prosedurnya perlu diberikan sampai siswa menguasai  prosedur dengan tingkat kepercayaan yang tepat. Pemeriksaan yang hati-hati terhadap latihan yang dilakukan siswa adalah penting jika seorang guru harus melakukan kesalahan dan penalararannya dan kemudian memberikan bimbingan yang dapat memperbaiki kesalahan dan menjadikan suatu kebiasaan-kebiasaan yang baik.
4.      Observasi 
Observasi (pengamatan) terhadap setiap aktivitas kelas merupakan keragaman informasi tentang kesiapan anak dan pertumbuhan pemahaman konsep-konsep serta kemampuan matematika.seorang guru  selama melakukan observasi dapat mencatat perilaku dan sifat-sifat: kerja keras, motivasi, perhatian, antusias, keingintahuan, imajinasi, fleksibilitas, kooperasi, penerapan.  
5.      Wawancara
Wawancara dapat dilakukan secara informal atau formal. Bentuk kegiatan wawancara tidak harus memerlukan waktu yang lama. Wawancara tidak bertujuan untuk mengancam anak, tetapi untuk memperoleh informasi secara langsung dari anak tersebut berkaitan dengan penguasaan konsep atau prusedur. Wawancara informal dapat digunakan sebagai pengulangan isi suatu portofolio atau jurnal harian. Sedangkan wawancara formal lebih terstruktur dan biasanya menyelidiki lebih mendalam terhadap pemahaman suatu konsep.
6.      Tes Diagnostik Dalam Belajar Matematik
Diagnosis diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh guru untuk mendeteksi dan menetapkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyerap pelajaran yang disampaikan oleh guru, khususnya dalam mengerjakan tugas-tugas akademik. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat berupa  kesalahan dalam menerima konsep, prinsip, menggunakan algoritma, operasi hitung dan lain-lain.
Kadang-kadang kesalahan merespon yang dilakukan siswa dapat mengindikasikan ketidakhadiran suatu skill atau konsep. Tetapi kadang-kadang tidak demikian. Hal ini dapat di lakukan oleh casey (1979); clements (1982) (dalam Underhill, 1992) bahwa antara 20% dan 40% dari kesalahan siswa di sebabkan oleh kekuranghati-hatian siswa itu sendiri.
Suatu cara sederhana untuk mengurangi kesalahan dan mendiagnose kesulitan belajar siswa adalah menggunakan lebih dari satu pertanyaan dalam mengevaluasi suatu konsep atau skill. Jika siswa salah merespon dua pertanyaan, guru dapat menyakinkan bahwa siswa kurang memahami konsep atu skill dari pada jika siswa hanya salah merespon satu pertanyaan saia dalam menguasai suatu konsep matematika.
7.      Portofolio
Portofolio untuk penilaian adalah kumpulan hasil-hasil kerja siswa yang dapat digunakan sebagai informasi tambahan bagi guru untuk menilai kemajuan siswa dalam belajar matematika. Yang dimaksud penilaian dengan portofolio adalah prosedur penilaian yang dilakukan guru terhadap siswa dalam belajar matematika dengan menggunakan sumber informasi berupa kumpulan hasil-hasil siswa.
8.      Penilaian dengan jurnal
Jurnal adalah rekaman berkelanjutan tentang komentar siswa yang ada pada setiap aspek pekerjaan. Jurnal dapat berisi komentar komentar siswa yang merefleksikan perasaannya dalam menghadapi pekerjaan yang sedang mereka kerjakan. Pertanyaan seperti “  Ketika saya berfikir tentang matematika, saya……” dapat  mendorong timbulnya tanggapan-tanggapan siswa. Jurnal juga dapat berisi suatu rekaman aktivitas penyelesaian masalah. Rekaman ini memasukkan diskripsi masalah-masalah yang menarik, strategi penarikan kesimpulan, dan cara menguji proses dan jawaban.











DAFTAR PUSTAKA
Nurkancana,Wayan. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Wahyudi. 2008. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Surakarta : UNS

0 komentar:

Posting Komentar